Kamis, 08 November 2012

Peran Sekolah Swasta dalam Pendidikan di Indonesia


Membunuh swasta

Peran sekolah swasta di Indonesia jelas tidak diragukan. Hal ini antara lain ditunjukkan sejak Republik ini berdiri, pendidikan swasta sudah hadir dan berperan. Bahkan, ada yang sudah berkiprah di masyarakat sebelum republik ini berdiri. Sebut saja Tamansiswa, Muhammadiyah, Ma’arif NU, Katolik, dan Kristen.
Saat ini para penyelenggara sekolah swasta umumnya tidak happy- happy amat, bahkan ada yang mengungkapkan rasa sedih, saat pemerintah menjalankan kebijakan sekolah gratis. Bagaimana bisa happy kalau calon siswanya banyak tersedot ke sekolah negeri sehingga banyak sekolah swasta terancam gulung tikar karena kekurangan siswa.
Keadaan itu benar-benar terjadi dan dirasakan para penyelenggara sekolah swasta, khususnya di pedesaan atau daerah berpenduduk miskin.

Mengapa hal itu terjadi?

Ternyata tidak semua warga negara berorientasi pada mutu (quality orientation), tetapi pada ekonomi (economical orientation). Hal terakhir ini banyak terjadi dan hinggap pada masyarakat miskin, rakyat bawah, atau kaum duafa.
Itu sebabnya saat mendengar pemerintah menyediakan sekolah gratis—notabene hanya berlaku pada sekolah negeri—masyarakat ”menyerbu” sekolah yang tidak membayar dengan meninggalkan sekolah swasta yang harus membayar.
Alhasil sekolah swasta kekurangan siswa, dan jika kekurangan siswa akan menjadi sulit bagi pengelola untuk mempertahankan keberadaannya. Jika kebijakan sekolah gratis itu dipertahankan, dalam beberapa tahun ke depan akan banyak sekolah swasta tutup buku.
Kebijakan sekolah gratis pada dasarnya bagus, tetapi jika dampaknya membuat sekolah swasta gulung tikar, hal ini merupakan suatu kebijakan yang tidak patut dilanjutkan. Jangan sampai muncul anggapan, kebijakan sekolah gratis dimaksudkan untuk membunuh sekolah swasta.
Kejelasan kebijakan
Terkait masa depan sekolah swasta, diperlukan kejelasan kebijakan pemerintah, apakah pengelolaan pendidikan difokuskan kepada pemerintah atau diserahkan kepada masyarakat.
Pengalaman Inggris dalam mengelola pendidikan, pemerintah langsung menanganinya dan sekolah swasta yang diizinkan berkiprah hanya yang bermutu di atas standar. Sekolah gratis berjalan relatif mulus dan hasilnya bagus. Banyak sekolah (negeri) di Inggris yang digandrungi penduduk dunia.
Sebaliknya pengelolaan sekolah di AS lebih diserahkan kepada masyarakat. Di negeri ini, sekolah swasta diberi kebebasan untuk berperan, bahkan diberi subsidi finansial secara signifikan. Boleh dikata, tak ada sekolah gratis di AS dan bermutu bagus sehingga banyak sekolah (swasta) di AS digandrungi penduduk dunia.
Hingga kini, kebijakan Pemerintah Indonesia tidak pernah jelas dalam mengelola pendidikan. Akan mengikuti pola Inggris atau AS. Tak mengherankan bila banyak kebijakan pendidikan pemerintah yang sering mengejutkan masyarakat, di antaranya kebijakan sekolah gratis.
Jika mengacu ke Inggris, yaitu pengelolaan pendidikan ditangani langsung oleh pemerintah, masih banyak masalah yang harus dijawab. Dalam jangka panjang, mampukah anggaran pendidikan kita menggratiskan siswa? Apakah hanya pendidikan dasar yang digratiskan? Bagaimana nasib sekolah swasta yang sudah mengabdi sejak negeri ini belum merdeka seperti Tamansiswa, Muhammadiyah, Ma’arif, Kristen, Katolik, dan lainnya?
Jika mengacu ke AS, yaitu pengelolaan pendidikan diserahkan kepada masyarakat alias swasta, juga banyak masalah yang harus dicari jawabnya. Mengapa kebijakan sekolah gratis hanya diberlakukan bagi sekolah negeri? Mengapa organisasi pendidikan swasta tak pernah diajak berembuk untuk menentukan kebijakan ini? Mengapa subsidi pemerintah hanya cenderung mengalir ke sekolah negeri? Dan banyak pertanyaan lain.
Tanpa kejelasan kebijakan pemerintah terkait pendidikan pada masa mendatang, sulit memperhitungkan masa depan pendidikan swasta di Indonesia.
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/28/03045863/pembunuhan.sekolah.swa